Handoko

Kosa kata hari ini yang saya dapat dari seorang kawan dalam perjalanan Jogja -Solo adalah Handoko! Awalnya saya bingung, kenapa tiba-tiba nama seseorang disematkan oleh kawan saya kepada kawan saya yg lain. Mereka saling lempar memanggil dengan menyebut nama Handoko berulang kali. Seakan-akan itu sebuah sebutan yang sudah sepantasnya. Dan baru belakangan saya tahu ternyata Handoko adalah kependekan dari Hanya Doyan Ko**** (maaf disensor :p ) : sebuah konotasi untuk mereka yang bukan berorientasi heteroseksual.

Ngomong-ngomong Handoko, kemarin, saya, Dite, Sony, dan Wida (temen-temen seperjuangan di komunitas Peace Generation) berpetualang ke kota Solo dan menyempatkan mampir ke Sriwedari yang merupakan salah satu THR (taman hiburan rakyat) di sana.  Dan layaknya THR pada umumnya, selain terdapat permainan anak-anak seperti komedi putar dan bom-bom car, hiburan utamanya adalah musik dangdut yang dimeriahkan oleh para biduawanita yang rupa kostumnya tidak perlu saya ceritakan di sini.

Semakin malam acara semakin seru saja, berbagai macam level lapisan sosial masyarakat ada di sana. Mulai dari bayi yang baru lahir hingga kakek-kakek tua rentah tak berdaya *hahaha..lebay MODE on*. Nah, yang menarik adalah kehadiran para waria Solo. Gila man…sangat variatif!! Mulai dari yang rapadi (ora pantes diliat), serem, jelek buanget, jelek, lumayan jelek, agak jelek sih, jelek aja, biasa banget, biasa, lumayan, mendingan, boleh lah, boleh-boleh, wuih, uhmmmm, cantik, gilaaaa cantik bgt, sampe yang bikin geleng-geleng kepala tak percaya kalo dia waria. Hahaha.. dunia-dunia…. tapi yang bikin respect adalah…waria di Solo ternyata lebih kalem dan “mahal”. Mereka gak bisa dicolek atau diperlakukan seenaknya. Dan bener kata Dite, tipe-tipe kayak gini nih yang mampu menggoyang level kenormalan seseorang. Hahaha… 🙂